Belajar dari Kisah Kesabaran Nabi Ayub dan Kesetiaan Siti Rahmah
Pecihitam.org – Nabi Ayub as, merupakan utusan Allah yang menjadi salah satu contoh, kesabaran yang pantas menjadi teladan bagi umat Islam, dan bisa dijadikan cerita bagi anak-anak agar dijadikan teladan bagi mereka. Kisah Nabi Ayub ini dituliskan seperti dalam kitab Al Bidayah wa An-Nihaya, dan Tafsir Al-Baghawi.
Dalam kisah tersebut diceritakan bahwa Nabi Ayub dahulu adalah orang yang kaya raya dengan harta yang melimpah. Kekayaan yang Nabi Ayub miliki mulai dari sapi, unta, kambing, kuda, dan keledai yang ada di peternakannya.
Bahkan, Nabi Ayub juga memiliki area tanah yang luas hingga tak ada orang yang mampu menyaingi. Nabi Ayub juga dikenal sebagai orang yang baik, bertakwa, dan menyayangi orang miskin. Ia selalu bersyukur kepada Allah SWT atas nikmat yang diberikan kepadanya.
Namun, suatu hari datang ujian yang menimpa Nabi Ayub. Ia ditimpa penyakit judzam (kusta atau lepra) serta musibah yang membuat harta serta anaknya hilang. Musibah datang silih berganti, rumah Nabi Ayub hanyut oleh banjir, anak-anaknya meninggal, sampai ditimpakan penyakit kulit hingga membuatnya buruk rupa. Akibatnya, semua orang menjauh dari dirinya. Namun Siti Rahmah, istri Nabi Ayub tetap sabar dan setia menemaninya.
Nabi Ayub selalu berdzikir kepada Allah untuk diberikan keselamatan dan juga kesehatan. Cobaan yang dialaminya tak hanya sebentar melainkan selama kurang lebih 18 tahun lamanya. Dalam Al-Quran Surat Al-Anbiya ayat 83 yang berbunyi:
وَاَيُّوْبَ اِذْ نَادٰى رَبَّهٗٓ اَنِّيْ مَسَّنِيَ الضُّرُّ وَاَنْتَ اَرْحَمُ الرَّاحِمِيْنَ ۚ
“Dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika dia berdoa kepada Tuhannya, ‘(Ya Tuhanku), sungguh, aku telah ditimpa penyakit, padahal Engkau Tuhan Yang Maha Penyayang dari semua yang penyayang.’” (QS. Al-Anbiya’ :83)
Dengan kesabaran yang Nabi Ayub tunjukkan selama kurang lebih 18 tahun, Allah memberikan mukjizat kepadanya. Ia diberi kesehatan setelah mandi dan minum dari air yang dianugerahi oleh Allah SWT.
Dalam kitab Tafsir al-Qur’an al-‘Adhim, Imam al-Hafidz Ibnu Katsir menulis sebuah riwayat menarik tentang kisah Nabi Ayub ‘alaihissalam dan dua saudaranya. Berikut riwayatnya:
وحدثنا أبي، حدثنا أبو سلمة، حدثنا جرير بن حازم، عن عبد الله بن عبيد بن عمير قال: كان لأيوب، عليه السلام، أخوان فجاءا يوما، فلم يستطيعا أن يدنوا منه، من ريحه، فقاما من بعيد، فقال أحدهما للآخر: لو كان الله علم من أيوب خيرا ما ابتلاه بهذا، فجزع أيوب من قولهما جزعا لم يجزع من شيء قط، فقال: اللهم، إن كنت تعلم أني لم أبت ليلة قط شبعان وأنا أعلم مكان جائع، فصدقني، فصدق من السماء وهما يسمعان، ثم قال: اللهم، إن كنت تعلم أني لم يكن لي قميصان قط، وأنا أعلم مكان عار، فصدقني، فصدق من السماء وهما يسمعان، اللهم بعزتك ثم خر ساجدا، ثم قال: اللهم بعزتك لا أرفع رأسي أبدا حتى تكشف عني، فما رفع رأسه حتى كشف عنه
Ayahku bercerita, Abu Salamah bercerita, Jarir bin Hazim bercerita, dari ‘Abdullah bin ‘Ubaid bin ‘Umair, ia berkata: “Ayyub ‘alaihissalam mempunyai dua orang saudara. Suatu hari keduanya mengunjunginya. Mereka tidak kuat berdekatan dengan Ayub karena baunya. Keduanya berdiri dari kejauhan. Salah satu dari keduanya berkata: “Andai Allah mengetahui kebaikan Ayub, ia tidak akan tertimpa musibah ini.” Ayyub pun sedih karena ucapan dua saudaranya itu, dengan kesedihan yang tidak pernah dirasakan olehnya. Kemudian ia berdoa: “Ya Allah, kiranya Kau tahu bahwa aku tidak pernah tidur (dalam keadaan) kenyang, padahal aku tahu (bagaimana susahnya) keadaan orang kelaparan, maka benarkanlah aku.” Allah membenarkannya dari langit, dan kedua saudaranya mendengarnya. Kemudian Ayub berdoa (lagi): “Ya Allah, kiranya Kau tahu bahwa aku tidak memiliki pakaian, padahal aku tahu (bagaimana susahnya) keadaan orang telanjang, maka benarkanlah aku.” Allah membenarkannya (lagi) dari langit, dan kedua saudaranya mendengarnya. “Ya Allah, dengan keagungan-Mu,” lalu Ayyub bersujud dan melanjutkan doanya, “Ya Allah, dengan keagungan-Mu aku tidak akan mengangkat kepalaku selamanya hingga Kau hilangkan (musibah ini) dariku.” Kemudian Ayyub tidak mengangkat kepalanya hingga Allah menghilangkan (musibah/penyakit) darinya. (Imam Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur’an al-‘Adhim, Beirut: Dar Ibnu Hazm, 2000, h. 1246)
Nabi Ayub tidak pernah mengeluh dengan cobaan yang menimanya, malah ia tidak pernah sekalipun mau berhenti untuk berdoa kepada Allah , kesabarannya pantas dijadikan teladan. Begitu juga kesetiaan Siti Rahmah sang istri, dimana ia mau menemani Nabi Ayub padahal suaminya sudah kehilangan segalanya, dari rumah, anak serta segala hewan ternaknya, namun ia tetap menemani dan tidak ada sedikitpun niatan untuk menjauhinya. Semoga bermanfaat.
Arif Rahman Hakim
Entrepreneur, Writer and Editor at Pecihitam.org
Pengurus PWCINU dan LAZIZNU Okinawa - Jepang Tahun 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar